Rabu, 26 Juni 2013

July

Haii July,
Maukah kau datang lebih awal? Aku sudah menantikanmu July, meskipun sebenarnya kau akan datang dalam hitungan hari lagi, Aku ingin bertemu kamu, menantikan tantangan yang akan hadir di bulanmu. Tapi penantianku padamu bukan berarti aku menyesal melalui bulan Juni. Tetap ada cerita yang tertuang pada bulan Juni, hanya aku sedikit merasa Juniku tidak beriak. Terlalu tenang dan damai. Aku ingin menemukan ombakku, gelombangku.
Semoga kau memberikan gelombang tantangan padaku, July. Sampai jumpa 5 hari lagi July :D.





sumber gambar dari sini

Sabtu, 08 Juni 2013

Entah

Sebuah botol kaca telah terisi penuh dengan beragam bentuk dan warna di dalamnya. Botol tersebut telah siap menumpahkan segala isinya. Namun tiba-tiba. Hap. Penutup botol kayu berhasil menahannya. 

Sama seperti saat aku bertemu dengan kamu. Sebelum bertemu, otakqu telah terisi penuh dengan berbagai cerita yang ingin aku bagi. Namun saat kau hadir dihadapan, aku seperti terkena sihir. Otakqu beku. Bibirku kelu. Semua cerita yang ingin aku bagi dengan kamu tertahan, tak bsa terucap. Bukan ini yang aku harapkan, menjadi pendiam di depanmu. Tapi entah, apa yang bisa kuberbuat untuk menghilangkan efek sihir ini.

Aku maksimalkan otakqu bekerja, mencari-cari topik pembicaraan yang bisa mencairkan suasana kita berdua. Ternyata pustakawan dalam otakqu seperti kehilangan katalognya. Dia tidak bisa menyajikan topik yang menarik untuk kita. Akhirnya aku meracau tak keruan. Sampai satu titik, kitapun tersadar untuk menyudahi saja pertemuan ini. Alhasil kebersamaan kita tidak berlangsung lama. Hanya dua jam.

Maaf jika telah membuatmu tidak nyaman.
Maaf jika aku telah membuang waktumu.
Sungguh bukan maksudku untuk seperti itu.
Semoga kau tahu. 

Jumat, 07 Juni 2013

Alam Terkembang Menjadi Guru

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) merupakan kawasan konservasi dengan luas 113.357 hektare. Penghujung Januari 2006 saya dan teman-teman di UKM melakukan ekspedisi ke sana. Ekspedisi yang kami lakukan bukan untuk mencapai puncak TNGHS melainkan untuk melihat keragaman flora dan fauna yang ada.

Awal perjalanan menuju TNGHS, dimulai dengan perjalanan kaki menuju stasiun riset Cikaniki. Perasaan semangat masih menyelubungi dikilometer awal perjalanan. Bernyanyi, saling bermain tebakan, ataupun melempar candaan mengisi perjalanan. Tapi akhirnya kami sadar masih ada puluhan kilometer yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Energi harus disimpan. Dalam diam kami saling menyemangati dan menjaga.
Sesampainya kami di stasiun riset Cikaniki, rombongan disambut oleh pihak TNGHS. Di stasiun riset tersebut kami diberikan edukasi mengenai fauna endemik yg dimiliki oleh TNGHS. Fauna endemik dan terancam punah yang dimiliki TNGHS antara lain elang jawa dan owa jawa. Populasinya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Meskipun peluang kami kecil untuk bisa melihat hewan tersebut langsung di alam namun kami optimis untuk bisa menyaksikan fauna tersebut beraktivitas.

Stasiun riset Cikaniki hanya tempat persinggahan sementara. Setelah jalan puluhan kilometer jauhnya, singgah di Cikaniki bagaikan menemukan oase di tengah padang pasir. Energi kami terisi penuh kembali. Perjalanan kami lanjutkan ke desa Citalahab. Jarak Cikaniki-Citalahab hanya sekitar 1,8 km. Tidak lama lagi kami akan sampai di bumi perkemahan. Tenda penginapan akan didirikan di sana. Penginapan kami di desa Citalahab tidak kalah mewah dengan hotel berbintang. Pernah suatu malam angin gunung sangat kencang berhembus. Saat itu kami sedang terlelap tidur. Tiba-tiba hawa dingin semakin terasa menusuk-nusuk tulang. Dengan rasa malas saya memaksakan diri untuk membuka mata. Dan yang terlihat adalah taburan bintang. Indah sekali dan terasa dekat. Hotel berbintang dalam arti yang sesungguhnya. Akhirnya kami tersadar, tenda yang menaungi telah terbang tertiup angin. 

Kegiatan yang dilakukan selama di TNGHS antara lain pengamatan. Pengamatan dilakukan di tiap shelter yang telah ditentukan. Tujuan pengamatan ini adalah mengamati flora di sekitar shelter dan fauna yang melintasi. Fauna yang kami nantikan tentu owa jawa “si bintang idola”. Menantikan kehadiran owa jawa di tengah-tengah gunung halimun ternyata menuntut kesabaran. Telah lama kami menunggu tapi “si bintang idola” tak kunjung datang. Sambil menanti, sayapun memanfaatkan kekayaan flora yang ada di sekitar shelter. Tanaman begonia menjadi cemilan saat menunggu. Rasa tanaman ini sangat asam dan sangat tidak disarankan untuk penderita maag. Saat mencecap batang egonia kedua terdengar suara gerakan dari atas pohon. Ranting-ranting kecilpun berjatuhan. Kami perlahan-lahan menengadahkan kepala ke atas. Sedikit mungkin tidak mengeluarkan suara agar fauna yang hadir tidak merasa terganggu. Akhirnya owa jawa “si bintang idola” hadir. Bergelayutan dari pohon satu ke pohon lain. Owa jawa adalah hewan setia. Jika pasangannya mati, owa jawa tidak akan mencari pasangan lain lagi sampai akhir hidupnya. Dan owa jawa yang kami jumpai hanya sendiri, kemungkinan besar dia sudah ditinggal mati oleh pasangannya.

Setelah pengamatan di shelter kami menuju air terjun cikuda pae. Air terjun tersebut berada jauh di dalam gunung halimun. Perjalanan menuju ke sana sangat menantang. Jalan setapak yang licin serta tanjakan/turunan yang curam sering membuat kami terpeleset. Kondisi ini menjadikan kami saling menjaga. Alam punya caranya sendri untuk menyadarkan bahwa setiap makhluk saling membutuhkan satu sama lain. Sesampainya di air terjun cikuda pae, kami disambut dengan percikan air dari air tejun tersebut. Segar. Mencecap sedikit air terjun cikuda pae membuat rasa lapar yang melanda terbayar sudah. Nikmat. Kami menghabiskan siang hari di air terjun. Makan siang dan sholat di sana. Sholat dengan kiblatnya menghadap aliran sungai air terjun cikuda pae sungguh pengalaman yang luar biasa. Tak tergantikan.

Sampai akhir kagiatan di TNGHS, elang jawa yang jadi “bintang idola utama” tak kunjung terlihat. Mungkin memang belum rejeki  kami untuk melihat kegagahan burung tersebut di udara. Ketua rombongan mengkomando kami menaiki truk yang akan ditumpangi. Bunyi derum truk telah terdengar. Saatnya pulang. Truk perlahan melaju, beberapa meter setelah truk melaju ternyata “tuan rumah” TNGHS ingin mengucapkan selamat tinggal. Elang jawa “si bintang idola utama” terbang melintas di atas truk, mengantar kami pulang. Tanpa disadari kami semua secara berjamaah menengadahkan kepala ke udara dengan mulut sedikit menganga. Terkesima. Elang jawa perlahan terbang menjauh. Selamat tinggal TNGHS.