Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) merupakan kawasan konservasi dengan luas
113.357 hektare. Penghujung Januari 2006 saya dan teman-teman di UKM melakukan
ekspedisi ke sana. Ekspedisi yang kami lakukan bukan untuk mencapai puncak
TNGHS melainkan untuk melihat keragaman flora dan fauna yang ada.
Awal
perjalanan menuju TNGHS, dimulai dengan perjalanan kaki menuju stasiun riset Cikaniki.
Perasaan semangat masih menyelubungi dikilometer awal perjalanan. Bernyanyi,
saling bermain tebakan, ataupun melempar candaan mengisi perjalanan. Tapi
akhirnya kami sadar masih ada puluhan kilometer yang harus ditempuh dengan
berjalan kaki. Energi harus disimpan. Dalam diam kami saling menyemangati dan
menjaga.
Sesampainya
kami di stasiun riset Cikaniki, rombongan disambut oleh pihak TNGHS. Di stasiun
riset tersebut kami diberikan edukasi mengenai fauna endemik yg dimiliki oleh
TNGHS. Fauna endemik dan terancam punah yang dimiliki TNGHS antara lain elang
jawa dan owa jawa. Populasinya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Meskipun
peluang kami kecil untuk bisa melihat hewan tersebut langsung di alam namun
kami optimis untuk bisa menyaksikan fauna tersebut beraktivitas.
Stasiun
riset Cikaniki hanya tempat persinggahan sementara. Setelah jalan puluhan
kilometer jauhnya, singgah di Cikaniki bagaikan menemukan oase di tengah padang
pasir. Energi kami terisi penuh kembali. Perjalanan kami lanjutkan ke desa
Citalahab. Jarak Cikaniki-Citalahab hanya sekitar 1,8 km. Tidak lama lagi kami
akan sampai di bumi perkemahan. Tenda penginapan akan didirikan di sana. Penginapan
kami di desa Citalahab tidak kalah mewah dengan hotel berbintang. Pernah suatu
malam angin gunung sangat kencang berhembus. Saat itu kami sedang terlelap
tidur. Tiba-tiba hawa dingin semakin terasa menusuk-nusuk tulang. Dengan rasa
malas saya memaksakan diri untuk membuka mata. Dan yang terlihat adalah taburan
bintang. Indah sekali dan terasa dekat. Hotel berbintang dalam arti yang
sesungguhnya. Akhirnya kami tersadar, tenda yang menaungi telah terbang tertiup
angin.
Kegiatan
yang dilakukan selama di TNGHS antara lain pengamatan. Pengamatan dilakukan di
tiap shelter yang telah ditentukan. Tujuan pengamatan ini adalah mengamati
flora di sekitar shelter dan fauna yang melintasi. Fauna yang kami nantikan
tentu owa jawa “si bintang idola”. Menantikan kehadiran owa jawa di
tengah-tengah gunung halimun ternyata menuntut kesabaran. Telah lama kami
menunggu tapi “si bintang idola” tak kunjung datang. Sambil menanti, sayapun
memanfaatkan kekayaan flora yang ada di sekitar shelter. Tanaman begonia
menjadi cemilan saat menunggu. Rasa tanaman ini sangat asam dan sangat tidak
disarankan untuk penderita maag. Saat mencecap batang egonia kedua terdengar
suara gerakan dari atas pohon. Ranting-ranting kecilpun berjatuhan. Kami
perlahan-lahan menengadahkan kepala ke atas. Sedikit mungkin tidak mengeluarkan
suara agar fauna yang hadir tidak merasa terganggu. Akhirnya owa jawa “si
bintang idola” hadir. Bergelayutan dari pohon satu ke pohon lain. Owa jawa adalah
hewan setia. Jika pasangannya mati, owa jawa tidak akan mencari pasangan lain
lagi sampai akhir hidupnya. Dan owa jawa yang kami jumpai hanya sendiri, kemungkinan
besar dia sudah ditinggal mati oleh pasangannya.
Setelah
pengamatan di shelter kami menuju air terjun cikuda pae. Air terjun tersebut
berada jauh di dalam gunung halimun. Perjalanan menuju ke sana sangat
menantang. Jalan setapak yang licin serta tanjakan/turunan yang curam sering
membuat kami terpeleset. Kondisi ini menjadikan kami saling menjaga. Alam punya
caranya sendri untuk menyadarkan bahwa setiap makhluk saling membutuhkan satu
sama lain. Sesampainya di air terjun cikuda pae, kami disambut dengan percikan
air dari air tejun tersebut. Segar. Mencecap sedikit air terjun cikuda pae
membuat rasa lapar yang melanda terbayar sudah. Nikmat. Kami menghabiskan siang
hari di air terjun. Makan siang dan sholat di sana. Sholat dengan kiblatnya
menghadap aliran sungai air terjun cikuda pae sungguh pengalaman yang luar
biasa. Tak tergantikan.
Sampai
akhir kagiatan di TNGHS, elang jawa yang jadi “bintang idola utama” tak kunjung
terlihat. Mungkin memang belum rejeki kami untuk melihat kegagahan burung tersebut
di udara. Ketua rombongan mengkomando kami menaiki truk yang akan ditumpangi.
Bunyi derum truk telah terdengar. Saatnya pulang. Truk perlahan melaju,
beberapa meter setelah truk melaju ternyata “tuan rumah” TNGHS ingin
mengucapkan selamat tinggal. Elang jawa “si bintang idola utama” terbang melintas
di atas truk, mengantar kami pulang. Tanpa disadari kami semua secara berjamaah
menengadahkan kepala ke udara dengan mulut sedikit menganga. Terkesima. Elang jawa
perlahan terbang menjauh. Selamat tinggal TNGHS.