Kamis, 28 November 2013

Lentera Dhuafa

Adalah Astri Wana atau yang akrab disapa wanya yang mengajak saya untuk ikut dalam kegiatan "Lentera untuk Dhuafa". Wanya adalah teman saya sewaktu kuliah dulu. Dia adalah pengajar muda indonesia mengajar angkatan ke-4. Pertengahan tahun ini wanya baru saja kembali dari tugasnya mengajar di fak-fak, papua. Saat briefing untuk kegiatan kelas inspirasi saya dipertemukan kembali dengan wanya. Dari situ silahturahmi kami terjalin kembali.

Kegiatan "Lentera untuk Dhuafa" ini digagas oleh Taman Asuhan Quratunnada, Bogor. Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin berbagi bersama kaum dhuafa. Berbagi mimpi, berbagi semangat dan berbagi cita-cita. Salah satu kegiatan yang akan dilakukan oleh para peserta saat acara tersebut adalah mengunjungi 5 lentera yang disediakan yaitu Lentera Pendidikan, Lentera Kesehatan, Lentera Budaya, Lentera Nada, dan Lentera Bumi.

Para pengajar muda, relawan kelas inspirasi dan rekan-rekannya (baca : saya) diminta untuk mengisi kegiatan di Lentera Pendidikan. Di dalam lentera pendidikan, peserta akan diajak untuk berani bermimpi, berani untuk bercita-cita tinggi. Selain itu peserta juga akan mendapat pengetahuan tentang jalur-jalur pendidikan yang dapat mereka tempuh untuk mencapai mimpinya.

Peserta kegiatan ini sekitar 1260 orang yang akan dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompoknya dibentuk dari 75-80 orang. Karena terbatasnya waktu kegiatan dan banyaknya peserta yang hadir, maka tiap kelompok hanya diberi kesempatan 15 menit di dalam tiap lentera yang dia kunjungi. Hal ini juga menjadi tantangan bagi kami para pengajar. Materi apa yang dapat kami bagi dalam waktu sesingkat itu. Dan 15 menit tersebut kami susun se-optimal mungkin.

Setiap kelompok yang masuk akan kami awali dengan penyambutan gerakan "mengejaaarr mimpi" yaitu gerakan berlari di tempat kemudian melompat. Siapa yang lompatannya paling tinggi, mimpinya akan lebih cepat terwujud. Hehe itu kalimat penyemangat kami untuk para peserta agar mereka melompat setinggi-tingginya. Setelah itu peserta akan terbagi lagi menjadi kelompok yang lebih kecil. Dan dalam kelompok kecil tersebut mereka akan bermain puzzle profesi atau jalur profesi dan juga sharing tentang mimpi mereka atau pun pengajar menceritakan kisah sukses seorang tokoh.

Sebenarnya tugas saya dalam kegiatan tersebut menjadi MC bersama dengan wanya. Tapi kondisi relawan pengajar yang terbatas sehingga dari awal saya ikut menjadi pendamping bagi kelompok kecil. Banyak nama, banyak senyum keikhlasan, banyak keluguan yang saya lihat hari itu. Subhanallah. Beberapa nama masih saya ingat seperti Suherman yang bercita-cita ingin menjadi pegawai kantoran. Sejak awal Suherman masuk ke dalam lentera, saya sudah memperhatikannya karena dia aktif sekali. Saya dekati dia, kemudian liat nametag-nya disitu tertulis
Nama : Suherman
Cita-cita : Pegawai Kantoran
Suherman masuk sebagai salah satu peserta dalam kelompok kecil yang saya dampingi. Dia memang orang yang aktif dan bersemangat. Saya suka dia, interaktif di kelompok kecil kami-pun jadi hidup karenanya. Tak terasa waktu 15 menit berlalu dan saatnya kelompok lain untuk bergantian masuk ke lentera pendidikan. Saat kelompok Suherman dkk pergi meninggalkan lentera pendidikan. Tak kusangka Suherman datang menghampiriku, dia mengajak untuk toss. Give me five :)). 

Lain halnya dengan Suherman, peserta lain bernama Acay. Acay murid kelas 6 SD dan dia tinggi sekali. Mungkin tingginya sekitar 170 cm. Sayapun harus mendongak jika sedang berbicara dengannya. Acay bercita-cita menjadi polisi. Saya pun mendapati beberapa anak yang cita-citanya ingin menjadi ulama karena ingin membahagiakan ibu. Ada juga yang ingin menjadi ustad dan qari. Subhanallah.

Jika ada pemilihan peserta favorit, bagi saya Rephan-lah juaranya. Rephan salah satu peserta yang belum memasuki usia pendidikan SD. Umurnya baru 4-5 tahun, tingginya pun tak jauh beda dengan tinggi keponakan saya. Saat memasuki lentera pendidikan, kami meminta Rephan untuk berdiri paling depan, agar lebih mudah terlihat. Setelah pembukaan, kami mengajak anak-anak tersebut bermain sebagai ice breaking. Permainannya yaitu MC akan menyebutkan suatu angka, dan para peserta diminta membuat kelompok sebanyak angka yang disebutkan tadi. Rephan ikut bermain pada games tersebut. Saat perpindahan kelompok dia ikut berlari-larian. Tak masalah dia harus terseret-seret dari kelompok satu ke kelompok lainnya. Sempat terpikir untuk melarang dia ikut bermain, tapi melihat wajahnya yang begitu gembira maka kami biarkan Rephan tetap bermain. Kekhawatiran orang dewasa tidak perlu menjadi pembatas kreativitas ataupun kegembiraan mereka. Tugas kita cukup dengan selalu mendampinginya saja.

Saya jadi kangen Rephan :))


catatan : kata kaskuser no pic=hoax, tapi ini gak hoax sodara-sodara :)). Foto ataupun video belum di share kepada para relawan. Nantikan ya foto-foto eksklusifnya :D

*hahaha macam betul aja awak ini*



Rabu, 27 November 2013

Kelas Inspirasi ... part (2)

Draft tentang Kelas Inspirasi part (2) sebenarnya sudah lama bertengger di chart posting saya. Rencana awal yang ingin menjelaskan detail tentang kegiatan mengajar sehari ini diurungkan saja. Daripada gak selesai-selesai tulisannya, lebih baik puzzle ceritanya saya rombak menjadi satu cerita yang wajib saya bagi untuk semua.

Saya ingin membagikan cerita tentang seorang relawan kelas inspirasi yang satu kelompok dengan saya yaitu Dyah Pratitasari atau yang biasa dipanggil dengan mba prita. Saya menganggap mba prita ini sosok ibu peri yang nyata hadir ke bumi. Kenapa saya berkesimpulan seperti itu? Perhatikan foto-foto berikut








Ada yang menganggap bahwa 1 foto dapat mewakili 1000 kata. Untuk foto-foto di atas saya setuju dengan anggapan tersebut. Tanpa harus saya cerita lebih lanjut lagi, kau pun akan tahu kawan betapa lembutnya hati mba prita ini.

Di kelas yang diajar oleh mba prita, anak-anak diminta untuk latihan pernapasan. Tarik napas dalam-dalam kemudian hembuskan perlahan. Teknik pernapasan tersebut dilakukan berulang-ulang. Untuk para pecinta yoga pasti sudah tidak asing dengan teknik tersebut. Setelah tarikan napas ke-3 atau ke-4, sebagian anak di kelas tersebut sudah tidak bisa menghembuskan napasnya dengan lembut dan perlahan. Mba prita berkesimpulan, eehhmm banyak yang mengganjal di hati anak-anak ini

Akhirnya anak-anak diminta untuk katarsis. Katarsis dalam metode psikologi adalah menghilangkan beban mental seseorang atau menghilangkan ingatan traumatisnya dengan membiarkannya menceritakan semuanya. Anak-anak diminta untuk menuliskan ceritanya yang paling sedih, paling bahagia, ataupun paling membuat dia marah. Kemudian satu per satu maju menceritakannya di depan kelas. Sampai akhirnya salah satu anak dalam foto di atas tampil ke depan kelas. 

Anak dalam foto tersebut bercerita tentang hal yang paling membuat dia marah. Pada awalnya anak tersebut ekspresinya biasa saja. Lambat laun emosi dia terpancing, seakan memori tentang kemarahannya dia hadir di depan muka. Lalu akhirnya anak tersebut menangis juga. Air matanya berderai, sungguh tak tega melihatnya. Ternyata dia mendapat perlakuan kasar di rumah. Jika terjadi sesuatu dengan adiknya, selalu dia yang kena marah. Perbedaan sikap orang tua terhadap dia dan adiknya juga salah satu hal yang memancing kemarahannya. Namun biar bagaimanapun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Masih terlalu kecil untuk mengerti caranya menghentikan perbedaan sikap yang dia terima.

Semoga pelukan yang diberikan oleh mba prita mampu menghangatkan hati dan menguatkan jiwamu ya nak

Jumat, 15 November 2013

[cerbung] Cita-Ci(n)ta



"Gw di depan kostan lo. Keluar sekarang!" 
Tut. Bunyi telepon menutup.

Tidak ada kalimat pembuka. Tak pula diawali dengan ucapan salam. Hanya sebuah kalimat perintah. Suara di seberang sana sungguh tidak sopan. Tapi aku sudah terbiasa dengan sikapnya. Suara pria di seberang sana adalah sahabat saya bernama Arif Priambodo. Ohya aku lupa, perkenalkan aku Miranda Utami.

"Kebiasaan datang ke kostan suka dadakan, kalo gw lagi gak ada di kostan gimana?" omelku seraya membukakan gerbang untuknya.
"Cabut yuk, ke warung kopi Kang Asep" jawabnya tanpa mengindahkan omelanku.
"Bentar gw ganti baju dulu". Saat badan ini hendak berbalik kembali menuju kostan. Tangan kiriku ditarik. Tertahan.
"Udah gak usah repot-repot ganti baju. Kagak bakal ada yang ngeliatin lo juga"

Langkahku terseret-seret, dipaksa berjalan mengikutinya. Oke aku tahu, kita hanya akan pergi ke warung kopi. Tapi setidaknya ijinkan aku untuk tampil lebih rapi. Kombinasi jaket angkatan yang kebesaran dan jeans belel ditambah sendal jepit yang dirasa lebih cocok untuk digunakan saat ke kamar mandi. Dan tahukah kau kawan, jaket yang aku gunakan ini sanggup mengubahku dari manusia menjadi hantu tak bertangan. Bagaimana tidak, aku dapat menyembunyikan seluruh bagian tanganku ke dalam jaket karena ukurannya yang terlalu besar. Sungguh mengerikan!

Warung kopi yang kami tuju sebenarnya warung kopi sederhana tempat berkumpulnya para supir angkot dan beberapa mahasiswa abadi yang sepertinya sedang mencari inspirasi sambil menikmati kopi. Lalu kenapa tadi aku begitu khawatir dengan penampilanku? Iya aku mencemaskan penampilanku karena takut, takut bertemu dia sang pujaan hati. Eits, jangan salah mengartikan kalau si pujaan hati salah satu dari supir angkot atau mahasiswa abadi yang aku sebutkan tadi. Dia, pujaan hati, terkadang singgah ke warung kopi Kang Asep untuk membeli burjo -- bubur kacang ijo. Meskipun judulnya “warung kopi” tapi Kang Asep cukup banyak menghadirkan menu pendamping kopi. Mulai dari mie instan lengkap dengan telur dan gorengannya, bubur kacang ijo, bubur ketan hitam, dan roti bakar.

Letak warung kopi Kang Asep sangat strategis, berada di pinggir jalan dekat pintu masuk kampus kami. Dari warung kopi ini, kami dapat menyaksikan lalu lalang para mahasiswa. Pernah satu waktu, aku dan bodo –panggilan akrab untuk sahabatku-- mengadakan suatu pertandingan. Nama pertandingannya “adu famous”. Kami menghitung berapa banyak orang yang dapat kami sapa selama berada di warung kopi tersebut, yang lebih banyak menyapa/disapa dialah yang lebih terkenal. Tapi kami lupa, sebenarnya aku dan bodo itu kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama dan satu angkatan pula. Otomatis sebagian besar teman kami sama. Teman aku, teman bodo juga. Begitu sebaliknya. Sehingga yang terjadi adalah persaingan adu cepat menyapa, bukan adu banyak. Ha-ha-ha sungguh pertandingan yang tidak penting.

“Kang asep nan kasep, kopi tubruknya satu” ucap bodo sambil memamerkan senyuman.
“Hati-hati kang, kalau udah muji plus senyum cengar-cengir nanti ada udang dibalik bakwan. Ujung-ujungnya mau ngutang” candaku.
Teu nanaon neng. Asal bayar akang mah” sahut Kang Asep ramah.
“Saya mie goreng plus cabe iris ya kang. Biasa”

Sementara Kang Asep membuatkan pesanan, kami memulai sesi curhat hari ini. Arif Priambodo mengawalinya dengan sebuah pertanyaan.

“Impian lo apa pan?” bodo biasa memanggilku panda.
“A..” hanya satu huruf yang dapat terucap, mulutku pun belum terkatup. Aku terdiam selama tiga detik untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan bodo tadi. Tapi hening tiga detik itu disambar langsung oleh bodo. Dia kembali mengambil alih pembicaraan. Idih, niat nanya gak sih. Aku membatin.
 
Seorang Arif Priambodo dengan semangat menceritakan impiannya. Dia bermimpi dapat menjadi musisi hebat suatu saat nanti. Impian terbesarnya adalah satu panggung dengan Albert Hammond Jr. Betapa dia mendewa-dewakan permainan gitar Albert Hammond Jr. Menurutnya permainan Albert sederhana, tak banyak menunjukkan keahlian spesial dalam permainannya. Namun semua terdengar pas pada porsinya. Dan tunggulah sampai kau mendengar bagian solo, bunyi gitar datang seperti menghardik anda. Serangan blitzkrieg pentatonik blues minor yang tidak disangka-sangka seperti mencegat telinga, lalu kemudian pergi begitu saja. Tak berhenti disitu, mimpi bodo yang lain adalah memiliki sebuah album. Dimana salah satu lagu dalam album tersebut, dia akan berkolaborasi dengan Dewa Budjana. Panjang lebar bodo menceritakan mimpinya dan akulah saksi dari sebuah deklarasi mimpi Arif Priambodo. Mendengar bodo semangat bercerita dan menyaksikan binar yang terpancar dari matanya, mimpi itu terasa dekat dan nyata. Selagi dia bercerita, dalam hati aku mengucap doa. Semoga malaikat merengkuh mimpi-mimpi kita dan menyampaikannya kepada Sang Pencipta sehingga mimpi itu berubah menjadi nyata.

"Kalo impian lo apa pan?" tanyanya sambil menoleh ke arahku.
"Masih inget lo gw ada di sini!"
"Ha-ha tadi di awal gw udah nanya ini ke lo yak. Iya maaf, gw jadi pendengar sekarang. Cita-citamu apa Miranda Utami?" tanyanya manis sekali.
"Cita-cita gw. Sejujurnya gw belum tahu ingin menjadi apa." jawabku jujur.

Aku tidak seperti susan yang sudah tahu cita-citanya semenjak kecil. Ingin menjadi dokter supaya bisa njus-njus (baca:suntik) orang lewat. Prinsipku adalah daily bases, syukuri dan lakukan yang terbaik setiap hari. Skenario hidup telah dibentuk, tugas kita cukup dengan menjadi pemeran yang baik. Karena aku percaya ketetapan-Nya adalah yang terbaik.

"Tapi setidaknya gw tahu apa yang gw suka. Gw suka ngajar anak-anak. Sepertinya bahagia menjadi seorang guru TK" jelasku kepada bodo dengan senyumku menyeringai. Bodo membalas senyumku dengan senyum simpulnya. Manis sekali. Oh sahabatku, seandainya kamu selalu bersikap manis seperti ini  tak akan ada pertikaian antara kita. Perlahan lengkungan senyum bodo berubah dari senyum simpul yang manis menjadi seringai senyum yang nakal. "He-he" tawa singkatnya bernada bass terdengar olehku. Oh tidak, aku curiga. Dan tak lama kemudian.

"Damar" sapa bodo kepada pria di seberang sana. Ah sial, kecemasanku di awal terjawab sudah. Iya damar yang memiliki nama lengkap Agathis Dammara adalah pujaan hatiku. Ya Tuhan, kenapa harus sekarang aku bertemu dengan damar disaat penampilanku kucel seperti ini. Teriakku dalam hati.

Aku langsung melayangkan protes ke bodo. "Kenapa dipanggil ke sini!"
"He-he" seringai jahatnya terkembang lagi.
"Hei lagi ngapain? Kalian akrab banget" damar sudah berdiri di belakangku.
"Nih, si panda nyariin lo mar". Usilnya sahabatku, rasanya ingin aku jambak rambutnya.
"Panda?" tanya damar heran.
"Mie-Panda Utami alias tami. Ini bocahnya. Bocah gendut yang sukanya makan mie, cocok dipanggil panda. Ha-ha-ha-ha" tawa bodo terdengar lepas dan puas. Saat bodo puas tertawa, akupun puas merutuki diriku sendiri. Kenapa tadi aku rela saja diseret-seret ke warung kopi.
"Oh maksudnya tami. Ada apa tami?" damar menoleh ke arahku. Oh baik hati sekali pria ini, dia tidak menghiraukan candaan dari orang usil bernama Arif Priambodo. Memang tidak salah aku memilihnya menjadi pujaan hati. Akupun semakin jatuh hati.
"Eh gak ada apa-apa. Si bodo...eh..maksudnya arif iseng aja" jawabku gelagapan.
"Ooh..kalo gitu gw duluan ya, lagi buru-buru mau ke kampus". Damar membalikkan badannya, berjalan menjauhi kami.

Saat posisi sudah aman dan damar tidak terlihat lagi. Aku segera beraksi, memukul-mukul lengan bodo sambil mencubit-cubitnya. Gemas. Geram lebih tepatnya. Memang diperlukan kesabaran ekstra untuk bisa tetap berteman denganya. Tapi percayalah kawan, jauh dilubuk hatinya Arif Priambodo adalah orang yang baik sekali. Rela berkorban. Aku pernah membuktikan kebaikan hatinya.

Waktu itu...


[bersambung]




Rabu, 06 November 2013

Petualangan Kojib dan Tiko – Si Lebah Pengumpul

Prolog
Kalian tahu ini hewan apa anak-anak? Iya ini lebah, lebah adalah hewan yang hidup berkelompok. Lalu apa hubungannya lebah dengan pegawai pajak ya anak-anak? Mau tahu hubungannya? Ibu akan menjelaskannya lewat cerita ya. Petualangan Kojib dan Tiko – Si Lebah Pengumpul. Kojib dan Tiko – Si Lebah Pengumpul
 
Suatu pagi yang cerah di taman sriwedari terdapat sebuah sarang lebah.
Bbzzzzzzz.
Bunyi dengungan lebah menjadi irama awal dimulainya hari di taman  sriwedari. Ribuan lebah pengumpul keluar dari sarangnya dengan dipimpin oleh Kojib dan Tiko. Lebah pengumpul bertugas mengumpulkan sari bunga atau nektar.

 
Kojib  : “Pagii tiko, apa kamu sudah sarapan?”
Tiko  : “Sudah dunx. Sarapan itukan penting Kojib untuk tubuh kita. Hari ini kita akan mengunjungi taman bunga yang mana?”
Kojib  : “Untung kamu sudah sarapan Tiko karena hari ini kita terbang jauh ke taman bunga yang ada di sebelah utara sana.”

 
Sekawanan lebahpun terbang ke arah utara dengan Kojib dan Tiko berada di baris paling depan. Memimpin pasukan. Jarak yang mereka tempuh untuk ke sana sangat jauh. Tapi sekawanan lebah ini, hewan pekerja keras. Mereka tidak peduli sejauh apapun jarak yang harus ditempuh untuk mendapatkan nektar terbaik yang nantinya akan digunakan untuk membangun sarang mereka.
 
Tiko : “Kojib hayoo pimpin pasukan untuk bernyanyi. Agar mereka lebih bersemangat”
Kojib : “Oke Tiko. Pasukaannn mari kita bernyanyi. Lalalalalala senandungkan lagu musim semi, musim semi masanya bernyanyi, musim semi indah sekali.”

 
Di tengah nyanyian mereka, ternyata datang seekor burung menyerang. Pasukan lebah terbang lebih rendah untuk menghindari serangan burung. Namun burung itu tetap mengejar. Lebah-lebah itupun berbelok ke arah kanan, berbalik arah mengelabui si burung. Dan burung itupun tidak mengejar pasukan lebah lagi. Pasukan lebah bisa bernapas lega. Kojib dan Tiko tetap memimpin pasukan menuju taman bunga sebelah utara. Kawanan lebah tetap melanjutkan perjalanannya. Mereka pantang menyerah. Akhirnya sampailah mereka di taman bunga tersebut. Lebah pengumpul menyebar menghinggapi bunga-bunga yang ada. Mereka akan mengambil sari bunga untuk nanti di bawa ke sarang.
 
Kojib  : “Berapa banyak sari bunga yang kamu dapat hari ini Tiko?”
Tiko   : “Saya dapat dua kantung Kojib. Kamu dapat berapa?”
Kojib  : “Alhamdulillah dapat tiga kantung”
Tiko    : “Alhamdulillah. Mari kita pulang ke sarang Kojib.”

 
Kelompok lebah itu pun terbang kembali ke sarangnya. Sari bunga yang berhasil dikumpulkan akan mereka gunakan untuk membangun sarangnya. Sarang yang menjadi tempat tinggal mereka yang mereka rawat dengan baik. Sesampainya di sarang, para lebah mengumpulkan sari bunga yang berhasil didapat. Dengan kejujuran yang dimiliki lebah, mereka akan memberikan seluruh sari bunga yang didapat untuk disimpan dalam sarang mereka. Kojib memberikan tiga kantung, Tiko dua kantung. Begitu seterusnya.
 
Epilog
Lalu cerita tadi hubungannya dengan pegawai pajak apa ya?
Jadi tugas seorang pegawai pajak dapat diibaratkan dengan tugas lebah pengumpul tadi. Tugasnya pegawai pajak adalah menghimpun pajak sebagai bentuk penerimaan negara yang nantinya digunakan untuk membangun negara kita tercinta ini. Sama halnya dengan Kojib dan Tiko yang mengumpulkan sari bunga untuk membangun sarang mereka.  Tentunya tugas tersebut harus dijalani dengan kerja keras, pantang menyerah dan kejujuran. Seperti Kojib dan Tiko yang terbang jauh, bekerja keras untuk dapat sampai ke taman bunga utara mengambil sari bunga terbaik yang ada di sana. Para lebahpun pantang menyerah meskipun dihadang oleh burung. Dan mereka juga jujur dalam mengumpulkan hasil sari bunga.
 
Jadi tiga nilai yang harus diingat apa anak-anak?
Kerja keras, Pantang Menyerah dan Kejujuran.
 
Sekarang siapa yang mau membagi cerita tentang cita-citanya?



#disusun saat menyiapkan materi untuk kelas inspirasi#