Senin, 19 Mei 2014

Landi - Landak Kecil yang Berani

Landi adalah seekor landak kecil yang manis. Kulitnya kecokelatan, ujung-ujung durinya berwarna putih. Setiap pagi hari, saat matahari bersinar cerah, Landi akan bermain-main di halaman rumput yang masih basah oleh embun. duri-durinya yang terkena air terlihat mengkilap tertimpa sinar matahari. Cantik.

Biasanya, pagi adalah saat yang menggembirakan hati Landi. Tapi, tidak pagi itu. Landi sedang kesal, wajahnya cemberut karena dua temannya Rosi Rusan dan Kiki Kelinci tak mau bermain bersamanya. Pagi itu mereka sedang berada di halaman depan rumah Rosi.

"Kemarin durimu menusukku. Tak terasa sih pada awalnya. Tapi, lama-lama perih," kata Kiki, menjelaskan keengganannya.
"Maaf, tapi aku tak sengaja," kata Landi.
"Aku juga kena," kata Rosi.
"Maaf lagi," kata Landi.
Mereka bertiga terdiam beberapa saat.
"Sekarang kita main lagi, ya? Aku janji akan berhati-hati," kata Landi, berharap.
"Aku dan Kiki mau berkunjung ke rumah bibiku, Bibi Lisa," kata Rosi.
"Aku ikut, aku ikut," kata Landi cepat.
"Tempatnya jauh. Kalau kamu mau ikut, kau harus minta izin dulu kepada ibumu. Kami akan menunggumu di sini," ujara Rosi.

Landi segera pulang dan minta izin kepada ibunya. Lalu, ia cepat-cepat kembali ke rumah Rosi. Ternyata, dua temannya itu tak berhasil ia jumpai. Sesungguhnya, Rosi memang tak ingin Landi ikut mereka. Jadi begitu Landi tak tampak lagi, Rosi langsung mengajak Kiki berangkat.

"Mereka berdua sudah berangkat. Kata Rosi, kau tak mau ikut," kata ibu Rosi kepada Landi yang bertanya kepadanya.
Landi terdiam. Ia tak tahu harus marah atau merasa geli. Ini tak biasa, bertahun-tahun mereka bermain bersama, baru kali ini Rosi dan Kiki tak mengajaknya serta.

Rosi dan Kiki bergerak setengah berlari menuju rumah Bibi Lisa.
"Jangan-jangan nanti Landi marak kepada kita?" tanya Rosi.
"Habis bagaimana lagi? Ia kemarin tak berhati-hati. Aku takut jika terkena durinya lagi," kata Kiki, wajahnya masam.
"Betul juga. Memang ia tak sengaja, tapi ia mengenai kita saat ia bergulingan sambil tertawa. Sakit dan bikin kesal," kata Rosi.

Di rumahnya, Landi mengadu kepada ibunya.
"Teman-teman tak mau lagi main denganku," kata Landi, sedih. "Pasti karena duri-duriku ini yang menakutkan mereka. Bagaimana caranya menghilangkan duri-duri di tubuhku ini, Bu?"
"Untuk apa?" tanya ibu Landi, tersenyum. "Duri di tubuh kita sebetulnya adalah bulu-bulu yang besar dan mengeras. Itu karunia Tuhan. Kita bisa menggunakannya untuk melindungi diri dari musuh."

"Tapi sekarang ini malah teman-temanku yang ketakutan. Mereka tak mau main denganku gara-gara duri ini," kata Landi, bersungut-sungut.
"Mereka hanay belum paham gunanya. Kau harus lebih sabar. Ibu yakin, suatu saat nanti mereka akan mengerti manfaat bulu kasar di tubuhmu. Sekarang, sebaiknya kau membantu Ibu di rumah saja. Besok, coba kau main lagi ke rumah Rosi atau Kiki. Jelaskan kepada mereka soal duri-duri itu."

Keesokan harinya, Landi kembali ke rumah Rosi. Ia menjumpai Rosi dan Kiki sedang bermain bersama.
"Hai, teman-teman," kata Landi.
"Bagaimana kabar Bibi Lisa?"
"Eh, Landi. Hm, maaf ya kemarin kami meninggalkan kamu," kata Kiki, malu, "kami takut kalau tertusuk durimu lagi."
"Iya Landi, aku juga minta maaf," ujar Rosi, terbata-bata.
 "Iya, iya, aku mengerti. Waktu itu aku yang kurang berhati-hati," kata Landi. "Sebetulnya, kalian tahu tidak kegunaan duri-duri ini?"
"Oh, apa itu?" sahut Kiki dan Rosi serempak.
Landi sudah akan bicara lagi ketika ibu Rosi muncul dengan wajah ketakutan.
"Ayo anak-anak, segera masuk ke rumah. Cepat, cepat!" kata ibu Rosi
"Ada apa, Ibu?" tanya Rosi, bingung. Air matanya jatuh.

Kiki yang tak tahu apa-apa hanya bisa melompat-lompat karena tegang. Pada saat itulah seekor macan kumbang keluar dari semak belukar dan langsung menggeram. Macan itu sebetulnya tak lebih besar daripada ukuran tubuh ibu Rosi, tapi matanya yang galak dan taringnya yang runcing membuatnya terlihat menakutkan sekali. Mereka semua berteriak terkejut. Kiki menyelusup masuk ke rumahnya di balik pohon ketapang kencana. Rosi dan ibunya berlari masuk ke rumah mereka. Mereka tak sempat memikirkan nasib Landi. Macan kumbang berlari menuju Landi. 

Landi gemetar. Tapi, ia segera teringat pesan ibunya. Maka, ia menggulung tubuhnya hingga duri-durinya berdiri semua. Macan kumbang yang lari dengan cepat tak sempat menghentikan langkah sehingga kakinya menginjak duri Landi.

"Aaaaauuuuu....," seru macan kesakitan. Darah menetes deras dari kakinya.
"Ayo, pergi kau. Jangan ganggu temanku!" kata Landi dengan galak. Tubuhnya memang kecil, tapi karena duri-durinya yang panjang berdiri semua ia terlihat seram. 

Si macan kumbang sekarang marah, tapi ia juga tak berani sembarangan menyerang. Yang tidak ia duga, jerit kesakitannya tadi telah mengundang banyak binatang lain datang mendekat, termasuk ibu Landi dan kerabat-kerabatnya.

Demi melihat Landi berhadap-hadapan dengan macan kumbang, binatang-binatang lain segera meraih batu dan melempari macan itu beramai-ramai. Macan itu sekali menjerit kesakitan dan kabur sejauh-jauhnya. Semua binatang yang ada di tempat itu bersorak gembira.

"Hebat, Landi! Kau telah menyelamatkan kami," ujar Rosi.
"Kamu sungguh pemberani!" kata Kiki.
"Wah, sungguh anak yang berani! Ibu bangga padamu," puji ibu Landi.
Landi tersipu-sipu. "Jadi sekarang, teman-teman tahukan, guna duri-duri di tubuhku?"
Mereka tertawa gembira bersama. Memang senang sekali punya tean yang saling menyayangi.

Sumber : Buku Hatta Bercerita - Cerita tentang keberanian (Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama)



catatan kecil :
Seandainya saya dapat menjadi Landi, yang diberi karunia tombol on-off alamiah agar tahu kepada siapa duri-duri itu perlu dihadirkan dan kepada siapa yang tidak.


1 komentar: